Minggu, 30 Juni 2013

sesekali

Sesekali dalam alur hidupmu
Tak bertanya justru memberi jawaban pasti
Keterlibatan dibatas hitam dan putih
Seringnya mengecoh logika tuk condong pada asa

Sesekali dalam alur hidupmu
Sisakan nafas untuk keterkejutan yang justru kau siapkan
Karena ibarat gelombang
Suatu saat pasti kan kau temukan keadaan pasang

Sesekali dalam alur hidupmu
Hijaunya daun tak boleh sedikitpun membuatmu terlalu sejuk
Kata terlalu mungkin yang membuyarkan yakinmu
tergantikan rapuh saat daun-daun mulai menguning

sesekali dalam alur hidupmu
jauhkan sejenak celoteh ramai yang menusuk-nusuk
tanpa mengerdilkan nyali tuk tetap menjadi yang tegar
namun ada saatnya karang berdiri damai tanpa hempasan ombak

sesekali dalam alur hidupmu
menjadi tenang, rehat sejenak, keluar dari hiruk pikuk keadaan, sebentar saja
hanya sebentar saja

tak masalah, sungguh tak masalah
apapun perkataan diluaran, jika karena ALLAH, semua tetap kau lanjutkan, lalu esok kan ada hari penuh semangat yang harus kau tapaki lagi




Jumat, 28 Juni 2013

SEPOTONG EPISODE



Hujan masih membasahi bumi Bogor sejak satu jam yang lalu. Dan kini jam dinding biru laut di kamar kos ku yang sederhana menunjukkan pukul dua siang tepat. Riak hujan diluar ditambah gemuruh petir bersahut-sahut membuat siang hari kali ini sedikit lebih gelap dan lebih dingin daripada siang-siang sebelumnya. Akupun terbawa suasana, ku urungkan langkah kaki menuju perpustakaan kampus yang sebetulnya tak jauh dari kos. Rencana mengerjakan tugas positif batal. Besok saja fikirku, toh hari ini perkuliahan libur meski perpustakaan tetap buka.

            Kutarik selimut dalam-dalam, menutupi seluruh tubuh gempalku yang kedinginan sempurna merata, kecuali dari leher hingga kepala tak tertutup selimut. Itu membuatku masih bisa memandang sekeliling kamar yang sepi, karena tak ada Yoga teman sekamarku. Ia sudah berlalu entah kemana sedari tadi pagi. Alhasil, merenung di kamar menjadi pilihan menarik disaat-saat seperti ini.

            Mataku terus menguliti isi kamar, mulai dari pemandangan ruwet di sudut lemari bukuku sampai pojok meja belajar rapi hasil karya Yoga. ya, dia memang lebih rapi dariku untuk urusan menata kamar. Tapi siapa yang tahu urusan menata hati, bisa jadi aku juaranya. Yoga selalu galau dengan perasaannya sendiri, pusing aku dibuatnya.

            Pandangan mataku beralih ke atas meja kecil dekat pintu, diatasnya tergeletak jam beker kotak kecil berwarna biru. Jam beker itu adalah kenang-kenangan dari salah seorang teman perempuanku tiga tahun lalu. Teman perempuan? Pacar? Bukan, bukan itu yang kumaksud. Ia tak lebih dari sekedar teman biasa saja, teman satu kelas saat di SMA dulu. 

            Mengingat itu tiba-tiba saja jantungku berdegub aneh. Tak seperti biasanya ketika selama ini kuperhatikan jam beker dari Nuri,temanku itu. Tak ada efek macam-macam. Tapi kali ini aku sedikit gugup, suhu dingin diluaran mendadak hangat sampai-sampai kulepas selimut tebal dari tubuhku.

            “Ayolah Bagas, jangan bilang kalau kau mendadak galau sepeti Yoga” desisku dalam hati. Aku sendiri masih heran. Apa yang harus aku lakukan?

            Hujan masih tak mau berhenti di luaran.

            “Gas! Bagas!” Suara Ibu kos mengagetkan. Ia berteriak dari beranda rumahnya sendiri di sebelah kamar kos ku.

            “Ya Bu, sebentar” Aku keluar kamar dan berdiri di beranda, saat hujan seperti ini dan tak ada payung, maka mengobrol antar beranda menjadi aktifitas yang lebih seru.

            “Ada apa Bu? Ada yang bisa Bagas bantu?” tanyaku padanya yang berusaha mendengar suaraku yang kalah saing dengan suara derasnya hujan. Ia sesekali mengernyitkan dahi dan memasang wajah konsentrasi mendengar dari kejauhan.

            “Gak ada apa-apa Gas” teriaknya
            “Gak ada apa-apa? Lalu kenapa Ibu panggil saya? Biasanya kalau Ibu panggil, saya diminta beli sesuatu ke warung. Kali ini Ibu mau saya belikan apa? Insyaallah saya berangkat”

            “iya, maksud ibu gak ada sesuatu yang penting, Cuma Ibu pesen nanti sore kamu kerumah ya, ambil kue buat kamu dan Yoga. Kebetulan akan ada tamu jauh, Ibu bikin kue tapi belum matang. Gak ada yang antar juga, repot semua. Kamu ke rumah kalau hujan reda”

            “Oh, begitu… kenapa gak kasih tau lewat sms saja Bu?”
            “mana HP mu?” tanyanya
            “di dalam”
            “Sudah di cek?”
            Aku menggeleng. Aku saja lupa dimana tepatnya HP ku berada.

            “makanya Ibu teriak dari sini, pasti kamu gak baca sms Ibu, lama gak ada balasan”
            Aku hanya menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal, merasa bersalah.

            “ya sudah, kamu masuk lagi. Hujan belum berhenti, nanti kelamaan diluar bisa masuk angin. Inget ya, jangan lupa ambil kuenya nanti!” teriak Ibu kos sambil berlalu masuk ke rumahnya. 

            “Mau aku bantu bikin kuenya Bu?” tawarku
            “gak perlu, kamu istirahat saja dulu, jam lima sore kerumah ya!”

            Wush. Angin berhembus. Ibu kos sudah berlalu dari hadapanku. Aku kembali ke kamar dan melanjutkan ingatanku akan Nuri. 

            Nuri teman yang baik, amat baik. ia berbeda dengan teman-teman perempuanku yang lain yang mungkin bisa dibilang agak nakal gaya berpakaian atau sikapanya. Nuri terlihat anggun dengan jilbab lebarnya, saat itu di zaman SMA masih jarang siswi di sekolah yang mengenakan jilbab lebar sepertinya. Dan ia dengan jilbab lebarnya tak bersikap “ekslusif” pada teman laki-laki seperti aku. Biasa saja. Tetap ramah dan baik hati.

            “gas, mau kue?” tawar Nuri saat itu di kelas. Aku hanya menggeleng, tidak mau. Tapi Nuri tak merubah senyumnya. Ia beranjak menawarkan kue pada yang lain.

            “udah kerjain PR gas?” tanyanya di suatu hari. Aku mengangguk sekenanya. Iapun tetap tersenyum meski aku dingin padanya. Dan masih banyak lagi sikap dinginku padanya namun ia tetap pada senyum manisnya.

            Hingga di penghujung perpisahan kelas, kami sekelas mengadakan acara kecil-kecilan di sekolah, tukar kado dan sedikit games seru. Tak terlupakan.

            “ini kado buat Bagas…. Nuri kebagian kertas bertuliskan nama bagas, artinya jatah kado Nuri buat Bagas” jelasnya sambil memberikan bungkusan hijau muda yang tak lain berisi jam beker yang ada di kamarku sekarang.

            “Apa isinya?” aku mencoba tidak dingin kali itu padanya. Mendengar aku mengucapkan pertanyaan, ia nampak antusias.

            “rahasia” jawabnya singkat namun dengan senyum mengembang. “oh iya Gas, Nuri mau minta maaf” lanjutnya.
            “Kenapa minta maaf?” aku heran

            “Nuri mau minta maaf sama Bagas, sama teman-teman yang lainnya juga. Selama sekolah bersama pasti Nuri banyak salah. Nuri gak mau setelah perpisahan sekolah masih ada salah Nuri yang tertinggal di hati. Apalagi Nuri juga mau pindah tempat tinggal. Siapa tau gak ketemu lagi kan di kota Bogor kan?”

            “ma.mau pindah kemana?” tanyaku
            “Nuri mau pindah ke kota Waingapu, Nusa Tenggara. Kampung halaman ayah”

            “jauh sekali, kapan kembali ke Bogor?” Nuri hanya mengangkat bahu, menandakan bahwa ia sendiri tak tahu kapan akan kembali ke kota Bogor. 

            Mendengar ia akan pindah saat itu ada perasaan aneh dalam diriku, persis seperti perasaan yang menyusup beberapa waktu tadi. “oh, come on.. jangan galau” desis hatiku.

            Kring!!!!!”
            Kali ini suara dering jam beker membuyarkan lamunan. Tak terasa jam menunjukkan pukul 15.15. tepat dengan kumandang adzan ashar. Hujan di luar sedikit reda, aku harus segera menunaikan sholat di masjid dekat kos. Dan bila perlu berdoa banyak- banyak agar kegalauan yang aneh yang tiba-tiba hadir akan hilang.

            Empat rakaat ashar selesai kutunaikan. Kulanjutkan dengan berdoa agar kenangan akan Nuri terlupakan. Bukan. Ini bukan berarti aku tidak suka mengingat dirinya, kebaikannya, keramahannya, wajahnya. Namun saat ini, aku khawatir bayangan itu menjadi harapan aneh, terlebih semenjak perpisahan itu kami tidak pernah komunikasi sama sekali. Seharusnya tak ada pemicu bagiku memikirkannya. Aku simpulkan, ada yang salah pada hatiku.

            “Bagas, kamu jatuh cinta.. “ Suara hatiku mulai mengusik.

            Ku ambil mushaf Al quran dekat mimbar Masjid. Kubaca ayat demi ayatnya dengan terus meluruskan hati. Heran. Ada apa denganku hari ini?

            Lembar demi lembar aku lalui dengan baik, Alhamdulillah. Tak terasa sudah pukul empat lewat lima puluh lima menit. Aku harus memenuhi janji pada ibu kos bahwa aku harus ke rumahnya setelah ini. Mengambil kue lalu pulang secepatnya. Rumah ibu kos pasti akan ramai dengan tamu jauhnya nanti.

            Benar saja. Dua mobil sedan putih sudah terparkir di depan rumah. Tamu jauh ibu kos sepertinya sudah datang. Dengan langkah malu aku mengetuk pintu. Sekali, dua kali, belum ada respon. Kulirik ruang tamu kosong, mungkin mereka semua di dalam atau di ruang keluarga. Ku ketuk sekali lagi dan jika masih tidak ada respon aku akan pulang saja.

            “assalamualaikum.. “ sapaku. Dan tak ada tanda respon. Baiklah, aku putuskan pulang saja. Kubalikkan badan sambil mengetik sms untuk Yoga.
           
“ga, aku dirumah ibu kos tapi gd sapa2, aku balik y. tar km klo pulang mampir ambil kuenya”
         
          Tak lama Yoga membalas sms

“maksudnya? kue apa bro?”

            “maaf, cari siapa mas?” sapa seseorang membuatku urung membalas sms Yoga. Kubalikkan badan, suara itu tak asing buatku.

            “Bagas??? Hey… cari siapa Gas? Lama ya gak ketemu”
            Aku tercekat. Nuri. Ia berdiri di depanku, lebih manis, lebih anggun dengan jilbab lebar ungu mudanya. Ya ALLAH, apakah aku salah lihat? Aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Gugup.
            “ibu kos, a ada ibu kos?” aku sempurna gugup

            “ouh, kamu kos dekat sini? Ayo masuk dulu, bude ada di dalam. Sekalian kita ngobrol-ngobrol. Tiga tahun lho gak ketemu. Ternyata kamu anak kos budeku” 

            Aku akhirnya menjadi bagian mereka. Mengobrol banyak-banyak di ruang keluarga. Ibu Nuri ternyata adik ibu kos. Mereka jauh-jauh datang dari waingapu dan kabar baiknya Nuri akan tinggal di rumah ibu kos, pindah kampus sementara ayahnya dinas ke New Zealand.

            “kenapa Nuri gak ikut ayah saja ke New Zealand dan kuliah disana?” tanyaku
            “gak lah, jauh. Lagipula Nuri rindu Bogor. Oh ya… berarti kita bakal satu kampus ya Gas.. wah.. gak nyangka” jelas Nuri antusias, aku tercekat.

            “apa?” Aku baru sadar, Nuri pindah ke kampusku. Aku harus lebih ekstra menjaga hati.

            Obrolan berlalu menyenangkan. Aku sudah kembali ke kamar kos, tak lupa kue brownies buatan ibu kos untuk Yoga kubungkus dan kutaruh di atas meja belajar. Sementara aku menikmati sepotong kue bagianku sambil kembali mentap jam beker dari Nuri. Senyum mengembang di wajahku. Entah aka nada sepotong episode apa esok hari.

            Kubuka Handphone, aku lupa untuk membalas sms Yoga sebelumnya. Namun, sebelum aku mengetikkan sms, lima sms masuk tertera di layar, aku belum membukanya dan tak sadar sedari tadi ada sms masuk. Ternyata semuanya sms dari Yoga.

“kue apa sih bro?”
“ngapain kerumah ibu kos?”
“ada hajatan y bro?”
“woi, woi, bls dong smsny”
“aduuh, galau deh ah. Bls dong bls”

          Aku hanya senyum-senyum sendiri membaca sms Yoga sembari menikmati kue yang belum habis ku makan. Hujan diluar kembali turun perlahan. Udara mulai kembali menggigit, namun kehangatan kisah pasti akan menemani hari-hariku selanjutnya. InsyaALLAH.

Minggu, 23 Juni 2013

cukup 2 hal

Begitulah. Kau tak akan memiliki jika kau benar-benar ingin memiliki. Hey, ini diluar perasaan optimis yang memang harus kita punya. Keinginan dalam konteks memaksa hanya akan membuatmu terluka. Sesekali kehidupan kita diluar zona nyaman-bukan?

Tapi, tak ada yang menyuruhmu berhenti berharap-kawan. Kita hanya akan memulai lagi episode-episode baru yang lebih seru. Episode dimana harapan itu tersemat rapi pada yang maha pantas untuk dijadikan tempat berharap. Siapa lagi? DIA yang mungkin sering kita lupakan.

Jangan bersedih. IA tak suka jika kau meneteskan air mata untuk kesia-siaan. IA hanya suka kau menangis karenaNya. Hanya karenaNya. Jika yang berlalu dirasa menyesakkan, mungkin kau lupa bahwa IA-lah yang maha meluaskan. Jika yang berlalu dirasa tak sesuai, mungkin kau lupa bahwa IA-lah yang maha memantaskan.

Apapun. Sampai detik ini. Tak akan pernah luput dari izinNya. Kebaikan, keburukan, apapun itu pasti terjadi karena IA menginginkannya. Tugas kita adalah membuat apa yang diizinkan terjadi berubah menjadi penuh keberkahan. Dalam kesulitan yang terjadi, ada keberkahan jika kita hiasi dengan sabar. Dalam kesenangan yang terjadi, ada keberkahan jika kita hiasi dengan syukur.

“Sungguh mengagumkan melihat urusan orang mukmin, baginya, semua masalah adalah baik. Dan, sikap yang demikian tidaklah terjadi kecuali oleh orang beriman. Jika dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur dan itu adalah hal yang baik baginya, dan jika dia mendapatkan keburukan dia bersabar, dan itu adalah hal baik baginya.”(HR. Muslim No. 2999, Ibnu Hibban No. 2896)



Kamis, 20 Juni 2013

yang dicari, kawan sejati


google images-200613
Sejak kapan bermula aku sendiri tak tahu pasti. Ia hadir membersamai derap langkah yang mulai melemah. Bukan. Ini bukan kisah dua sejoli. Kau tahu? Setiap diri mestinya memiliki kawan sejati bukan?

Seperti itu yang kumaksud. Disaat pudar semangat membara di dadamu. Ia tak ragu menjadi pasukan penyemangat terdepan.Padahal aku tahu persis serapuh apa ia di dalam. Tapi kawan bukanlah yang mengingat-ingat kelemahan diri. Melainkan memberi kesempatan bagi yang lemah agar berlari lagi.

Berlari dan terus berlari. Banyak kata tak mungkin menggaung jelas, tapi ia juga yang membuat kau yakin. Bukan pada dirimu sendiri. Tapi yakin bahwa antara aku, dia, selalu ada ALLAH yang ke tiga. Yakin bahwa anta kita, mereka, selalu ada ALLAH bersama kita semua.

Aku teringat saat baginda Nabi Muhammad saw dan sahabat Abu Bakar berada dalam pengejaran musuh. Pada episode keadaan terpojokkan, logikanya tak akan bisa selamat dari pengejaran, maka Rasulullah menenangkan. Bahwa mereka tak hanya berdua, antara beliau dan Abu Bakar selalu ada ALLAH yang ketiga, bahkan ALLAH lebih dekat daripada urat nadi mereka.

Kawan sejati, ia adalah orang yang ketika kita memandangnya maka seketika kita mengingat ALLAH-Rabb kita. Ia bukan yang selalu membenarkan bahkan saat kita salah. Ia justru kadang menjadi yang pertama kita benci karena ketulusannya mengembalikan diri ini pada jalan Illahi.




Rabu, 19 Juni 2013

kau, aku, dan sebuah apel rossie

google images-190613
sebuah apel rossie menjanjikan kemanisan yang nyata
itu kudapatkan justru dari tempat yang tak biasa-Rumah sakit

IA tahu saat itu tak ada yang bisa kubawa selain doa untuk kesembuhan kakak sahabatku
bahkan tidak juga terencana kakiku akan sampai disana
di ruang sejuk berpendingin, yang saat itu terasa semakin dingin karena hujan praktis membasahi pakaianku

Minggu, 02 Juni 2013

tapi hebatnya

saya punya background begini
anda punya background begitu
mereka punya backround lain lagi
kalian juga punya background yang tak sehati

tapi hebatnya semua itu saling membentuk tali temali
pintal memintal
menghasilkan rajutan kehidupan yang beraturan berwarna warni
indah, indah sekali

tapi maaf,
bagi yang keikhlasannya merapuh, bagi yang kelembutan hatinya memudar
warna itu tak akan bisa mereka lihat indah
bahkan setiap detail perbedaan terlihat rumit, amat rumit
menyesakkan dan menyulitkan

#kembali meluaskan hati, siap hadapi episode2 berikutnya dengan SEMANGAT#
hidup positif